Rabu, 21 Januari 2009

SMS



By: Agus Hermawan

“Salam kenal pak. Saya, nisa dr sma 2 pahandut palangkaraya. nisa baru aja selesai baca buku karya bpk agar otak tidak beku ajaklah berselancar. nisa bc lg, dan lg. wah, bgs sekali pak. serasa mjd manusia br, isinya keren pak. terus berkarya y pak! salam buat tmn2 di bandung. n_n.”

Sehari sebelum puasa, tepatnya 31 Agustus 2008 jam 16:07 saya menerima sebuah sms yang isinya seperti di atas (dikutip asli—tanpa diedit) dari sebuah nomor yang belum tercantum dalam daftar nama pada HP saya.
Sebelum isi sms di atas dibuka, tadinya saya berpikir bahwa semua sms yang masuk hari itu pastilah (dan terimakasih) berisi ucapan selamat menunaikan ibadah puasa—dengan berbagai variannya. “Slamat dtg dlm penerbangan RAMADHAN AIR, dg no penerbangan 1429H tujuan IDUL FITRI. Penumpang diwajibkan memakai sabuk PUASA & menegakkan kursi IMAN & TAQWA. Penerbangan ini adalah penerbangan BEBAS DOSA. Kami mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, SELAMAT BERPUASA”.

Itulah salah satu varian sms kreatif yang saya terima. Sms ini dikirim oleh sahabat lama (sekarang sedang menjabat sebagai Kepala Sekolah di Kabupaten Belitung Barat), kawan kuliah di ITB tahun delapanpuluhan. Dan sms di atas menjadi sangat lucu bila pembaca pernah bepergian menggunakan pesawat karena kalimatnya merupakan plesetan dari informasi baku dari seorang pramugari. Bagaimana pembaca? Kreatif kan?

Kita kembali ke-sms pertama. Karena datangnya dari nomor yang tidak dikenal, lalu saya jawab, “Salam kenal kembali. Terima kasih telah membaca dan tertarik dengan buku saya. Kalau boleh tahu, nisa ini siswi atau guru? Dan dari mana dapat buku karya saya? trims…". Dari gaya menulisnya saya meragukan bahwa nisa ini seorang guru. Namun, saya masih yakin bahwa siapa pun orangnya kalau menyebutkan dari sebuah SMA biasanya seorang guru. Mereka berasal dari sekolah yang pernah saya kunjungi atau pernah mengikuti pelatihan kurikulum yang salah seorang pematerinya adalah saya.

“Saya siswa pak kls XI. begini ceritanya pak, d sekolah saya belum ada ekskul jurnalistik, nisa&kwn2 mau mendirikannya, trus nisa izin dgn bu raya (wakasek kurikulum) beliau setuju. alhamdulillah. kemudian, bu raya bilang beliau punya buku yg bgs mengenai jurnalistik dn langsung dpt dr penulisnya, yaitu bpk. pak, sy boleh nanya2 ttg ekskul jurnalistik kn pak?makasih.”

Dugaan saya betul bahwa Nisa ini seorang siswa. Perlu saya sampaikan kehadapan pembaca bahwa saya telah menulis dua buku, yang pertama berjudul Agar Otak Tidak Beku Ajaklah Berselancar, dan kedua Belajar dari (Model) Kehidupan. Dua-duanya terbit tahun 2008. Agar Otak Tidak Beku Ajaklah Berselancar seperti yang diungkapkan Nisa salah satunya berisi tentang ekstrakurikuler jurnalistik. Memang, lahirnya buku pertama ini diilhami oleh salah satu tugas saya dalam turut mencerdaskan peserta didik sebagai pembina ekstrakurikuler jurnalistik.

Ekstrakurikuler Jurnalistik merupakan hasil metamorfosa dari ekstrakurikuler Mading yang saya gagas bersama kawan-kawan guru, kemudian berubah menjadi ekstrakurikuler Majalah Sekolah yang merupakan hasil evaluasi bersama peserta Mading. Nama ekstrakurikuler Majalah Sekolah muncul setelah pada semester sebelumnya kami berhasil melahirkan edisi pertama Majalah Sekolah (April 2004) dan alhamdulillah sekarang tetap langgeng.

Buku kedua, berisi tentang dunia pendidikan yang dominan bercerita tentang refleksi saya baik mengenai kegiatan pembelajaran di kelas atau kenyataan keberadaan pendidikan di Indonesia sekaligus bercerita tentang orang-orang yang care dan patut menjadi contoh untuk dunia pendidikan.

Luar biasa! Seorang siswa yang boleh jadi selama ini mencari “wadah” untuk mencuatkan potensi dalam menulis, kelas XI memiliki gagasan dan berani untuk melahirkan sebuah ekstrakurikuler baru yang selama ini belum ada di sekolahnya. Anak ini—yang oleh Gardner dikategorikan memiliki cerdas linguistik—tidak tahan lagi untuk meledakkan potensinya. Hebatnya, bu Raya langsung merespon positif kemauan Nisa bahkan memberikan sebuah buku agar keinginan Nisa dan kawan-kawannya mewujud.

Nisa merupakan satu dari ratusan anak Indonesia yang memiliki dan mampu mewujudkan sebuah impian besar. Impian Nisa ini belum tentu dapat dilahirkan oleh semua orang sekalipun seorang kepala sekolah atau guru.

“Sangat boleh. Bila Nisa punya pertanyaan yang membutuhkan jawaban secara mendetail kirim aja ke email saya, alamatnya ada pada buku. Ditunggu ya….”. Nisa bagi saya tidak berbeda dengan peserta didik yang ada di sekolah saya. Nisa lebih khusus lagi adalah peserta ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah saya. Nisa adalah anak Indonesia yang perlu diakomodir keinginannya.

“Iya, makasih pak. n_n”. Inilah sms ketiganya. Akhirnya obrolan kami lewat sms-an terhenti. Namun, keyakinan dan harapan saya tidak akan berhenti di sini. Keyakinan saya pun sangat besar bahwa ekstrakurikuler Jurnalistik benar-benar lahir di sekolah Nisa. Email adalah sarana kami untuk ngobrol dan membincangkan tetek-bengek ekstrakurikuler jurnalistik.

Semoga bara api keinginan seorang Nisa tidak padam tersiram tantangan yang menghadang. Semoga kecerdasan linguistik seorang Nisa mencuat dengan lahirnya ekstrakurikuler jurnalistik di SMA 2 Pahandut. Semoga lahir pula pembina-pembina yang memiliki kemauan sebesar kemauan Nisa. Semoga mereka memiliki keikhlasan untuk membina Nisa dan kawan-kawannya. Dan, semoga majalah sekolah segera lahir di SMA 2 Pahandut. Begitu kan Nisa?

3 komentar:

  1. hehehe maaf ya pak baru bisa kasih koment.
    yup, semoga nisa bisa terus smangat di jurnalistik,amin.

    BalasHapus
  2. yup smangat jurnalistik jangan sampai pernah pudar di diri nisa dan kawan2 yg mengikuti ekskul jurnalistik, amin...

    BalasHapus
  3. wah....sebentar lagi (5 hari) acara launching majalh sekolah nisa mau terbit, ila mengenag masa2 awal mendirikan ekskul jurnalistik dulu jadi terasa haru, dulu buat prposal, nanya2 sama bapak, dan 5 hari lagi insyaAllah kami mau menunjukkan pada semua orag bahwa kami sungguh2 menjalani ini semua, semoga kami bisa menampilkan yg terbaik, amin

    BalasHapus