Rabu, 21 Januari 2009

Dekatnya Laskar Pelangi


By: Agus Hermawan

Karena belum banyak informasi yang saya peroleh dan novel—saat ini—bukan jenis buku prioritas yang harus dibeli sehingga setumpukkan Laskar Pelangi hanya sepintas saya lihat. Itu pun karena cover-nya menarik, lalu sekelabat saya lihat penulisnya Andrea Hirata—maaf waktu itu belum ngetop he…3x—dan kembali novel ini saya simpan ditumpukkannya.

Saya lupa kejadian di atas terjadinya kapan, sampai seorang kawan—yang sering menjadi inspirasi dalam menulis—bertanya pada saya, “udah baca Laskar Pelangi belum?”. Saya belum sempat menjawab namun dia segera berkomentar “tahu gak Laskar Pelangi mengisahkan kehidupan di pulau Belitung!”. Agak kaget juga saya mendengar pulau Belitung—Andrea nulisnya Belitong, dan memang diucapkannya belitong. Betapa tidak, mulai Maret 1990 sampai Juni 1999 saya bertugas di pulau ini sebagai seorang guru di SMA Negeri 1 Tanjungpandan. Dan kawan saya tahu ini.

Lalu dia bercerita secara singkat tentang Laskar Pelangi. Cerita singkat ini membawa alam pikiran saya kebelasan tahun lalu, bagaimana indah dan memesonanya pulau Belitung. Suasana kehidupan yang telah begitu lama melekat dalam diri saya. Terbayang kedua orang tua angkat saya (bapak angkat meninggal tahun 2001, dan kami sekeluarga melayat ke Belitung) yang sampai saat ini tetap bersilaturahim. Betapa nikmatnya makanan-makanan khas Belitung; gangan, sambal rutip, mi rebus, lakse, dan lain-lain.

Delapan belas tahun dari saya menginjakkan kaki pertama di Belitung, tepatnya 14 Maret 2008 tidak tanggung saya beli ketiga novel Andrea; Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor. Sesungguhnya, karena ketertarikan ceritanya berlatar Belitung, Maryamah Karpov pun mau saya beli namun saat itu novelnya belum muncul kecuali cover-nya yang “diiklankan” dibelakang cover novel ketiganya. Nampak seorang gadis sedang memainkan biola dikerindangan pepohonan, mungkinkah dia Maryamah Karpov?

Bandung Super Mall, 6 November 2008 malam, setelah beberapa kali tertunda akhirnya saya bersama istri dan anak bungsu berkesempatan nonton film Laskar Pelangi. Entah mengapa setiap mau nonton film ini selalu ada halangan, padahal perbincangan film ini begitu santer dan menarik. Bahkan sebuah pertanyaan datang dari sahabat di Belitung, “Gus geus lalajo Laskar Pelangi can? Kumaha rame?” (“Gus udah nonton Laskar Pelangi belum?”). Sahabat ini, sekarang Kepala Sekolah di SMA Negeri 2 Tanjungpandan, asli Bandung, kawan kuliah di ITB, datang ke Belitung sama-sama, dapat isteri orang Belitung—dokter gigi lagi, sudah haji lagi, … Jadi tak aneh kalau pertanyaan berbahasa sunda.

Saya balik tanya, “ari maneh enggeus?” (“Kalau kamu udah?”). “Boro-boro!!! Pan di Tanjungpandan ayeuna mah euweuh bioskop!!! Matakna loba orang dieu nu ngahaja lalajo ka Bandung” (“Jangan harap!!! Kan di Tanjungpandan sekarang engga ada bioskop!!! Makanya banyak orang sini yang sengaja datang ke Bandung untuk nonton”). Seingat saya memang tahun sembilanpuluhan di Tanjungpandan hanya ada satu bioskop yang beroperasi, jadi masuk akal bila sekarang tidak ada satupun bioskop yang masih beroperasi.

Karena pertanyaan itulah, saya harus menyempatkan untuk nonton Laskar Pelangi. Begitu film dimulai ingatan dan pikiran saya—juga isteri saya—diposisikan kebelasan tahun yang lalu, bangunan rumah khas melayu dengan halaman yang luas, bahasa melayu yang familier di telinga, anak-anak gaya belitung, pemandangan pantai yang memesona, dan yang paling menarik suasana pasar yang unik dengan warung teh-nya. Saya dan isteri berkali-kali berucap spontan ketika film menayangkan sesuatu yang familier dengan ingatan kami. “Lihat pah…” atau “Seperti rumah nek Am…” atau “Itu kan pak Kolek… (adiknya nenek angkat anak-anak kami)” atau “Itu kan pak Rozali kawan papah ngajar… (pak Rozali, pemeran orang yang membacakan soal-soal dalam cepat tepat)” … atau…, dan “Aduh itu teh sahanya?, pokokna babaturan ngajar, mun teu salah guru ekonomi… trus ayeuna teh di SMAN 2…(saya menunjuk salah seorang supporter dalam cerdas cermat yang mengenakan kemeja putih)”.

Untuk menghilangkan rasa penasaran, siapa bapak supporter dalam film ini, begitu keluar dari BSM XXI segera saya sms sang Kepala SMAN 2 Tanjungpandan, “Yos (beliau benama Yosef Ediyono), ari nu macakeun soal-soal cepat tepat teh bener pak Rozali, ari nu jadi supporter make kameja bodas saha euy?” (“Yos, yang membacakan soal-soal cepat tepat itukan pak Rozali, kalau yang menjadi supporter berkemeja putih siapa?”). Tidak lama kemudian, “Bener, yg nonton pa fajeri smanda eta teh mahar aslina” (dikutip dari sms asli).

Mahar asli? Wow betapa dekatnya Laskar Pelangi dengan saya (GR nich…yech…). Maksud saya adalah selain saya mengenal begitu dekat Belitung, ternyata ada seorang anggota Laskar Pelangi yang saya kenal. Ahmad Fajeri alias Mahar, nama ini sangat saya kenal karena setidaknya kami pernah sama-sama mengajar di SMA PGRI Tanjungpandan. Dengan mengingat lagi orangnya, he…he…he… memang pak Fajeri ini begitu energik, kalau berbicara penuh semangat, ada nuansa humornya, cocok dengan si Mahar.

Jejak Laskar Pelangi di SCTV semakin menguatkan saya bahwa pak Fajeri benar-benar Mahar. Kebetulan siang itu saya berada di rumah, tiba-tiba isteri saya memanggil, “pah ini ada pak Fajeri di tv!”. Memang pak Fajeri menjadi tokoh utama anggota Laskar Pelangi dalam Jejak Laskar Pelangi ala SCTV hari ini. Benar-benar dekat Laskar Pelangi dengan saya.

Mungkinkah ada kejadian-kejadian lain yang menghubungkan antara saya dengan Laskar Pelangi? Setidaknya mimpi saya mewujud yaitu ingin bersua langsung dengan penulis besar sekaliber Andrea Hirata tidak hanya melihat di televisi. Semoga.

4 komentar:

  1. Pa, udah baca belum Maryamah Karpovnya? Kalau belum saya kasih bocoran Nih. Kalau Maryamah Karpov itu perempuan yang sedang bermain biola di kerindangan pohon(meurut bapak) ternyata salah besar..... Gambar tersebut menggambarkan tiga tokoh yang ada di novel tersebut dan ketiganya mnurut saya tak ada hubungannya sama sekali.
    Bagian paling mengesankan dan selalu saya ingat sampai saya suka tersenyum sendiri adalah bagian "perdamaian". Cepet baca deh biar bisa berbagi cerita. Anyway novel berikut dari Andrea Hirata_kalau ada pasti tidak akan saya lewatkan....
    By the way.... kapan buku ketiga Bapak diluncurkan? saya tunggu ...

    BalasHapus
  2. Ceritanya menarik, saya jadi tertarik untuk menuliskan pengalaman saya.

    BalasHapus
  3. Ass . Pa .

    Cerita laskar pelangi itu sangat menarik , apalagi saat menonton filmnya di bioskop . Benar" seru , Pa .

    Banyak pelajaran yang saya ambil dari film tersebut , mulai dari kegigihan untuk meninmba ilmu walaupun dibatasi biaya, jauhnya jarak sekolah dari rumah, dll. . .

    Semua itu , membuat saya terkesan serta termotivasi untuk menjadi orang yang lebih baik , selagi saya memiliki waktu, ruang, serta kehidupan yang sepertinya saya jauh lebih beruntung dibanding anak" yang berperan dalam film laskar pelangi.

    Sedih rasanya , saat melihat seorang anak yang saya lupa lagi namanya. .hE, .Dia sangat pintar disekolah, setiap hari dia berangkat dari rumah sangat pagi karena jarak rumah dan sekolahnya sangat jauh. Pernah pada suatu ketika , dia menjadi salah satu peserta cerdas cermat untuk mewakili sekolahnya , tetapi di daerah rawa yang biasa dia lewati terdapat seekor buaya besar yang diam ditengah jalan yang biasa dia lewati. Dia menunggu begitu lamanya , sampai akhirnya ada seorang bapak yang menolongnya dan akhirnya dia akhirnya bisa kembali melanjutkan perjalanan dan sampai di tempat di adakannya cerdas cermat. Dan akhirnya, dia bersama 2 orang temannya memenangkan juara pertama dan membuat semua orang yang mendukungnya bangga.

    FiuhH, pokoknya film Laskar Pelangi keren bgTtT dehH. .hEhE, .

    tuti M _ xi.ia.3

    BalasHapus
  4. ass. pak...
    wah trnyata,, g nyangka y,,

    erna sngat kagum dengan film laskar pelangi ini pa,,krena di film ini menceritakan perjuangan-perjuangan utuk belajar,,
    erna bnyak belajar dari film ini,,dan stelah menonton film ini pun erna jdi lebih mengerti artinya hidup dan bisa lebih mensyukuri nikmat yang telah qta dpatkan slama ini,,

    awalnya erna tdak percaya bahwa film ini kisah nyata,,tetapi stelah mendengar brita dri orang-orang barulah erna percaya,dan artikel ini pun lebih meyakinkan erna bahwa itu benar-benar terjadi..

    erna XI.ia.2

    BalasHapus